Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى {123} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (QS. Thaha [20]: 123-124).
Dalam menjelaskan ayat ini, Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata, “Allah menjamin kepada siapa saja yang membaca Al-Qur'an dan mengikuti apa-apa yang ada di dalamnya, bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” (Tafsir ath-Thabari, 16/225).
Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik secara mursal; Al-Muwattha, juz 2, hal. 999).
**
Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber ajaran Islam yang utama yang diwariskan oleh Rasulullah ﷺ, sehingga siapa saja yang menjadikan keduanya sebagai pedoman, maka ia telah berpegang kepada ajaran Islam yang murni dan berarti ia selamat dari kesesatan.
Tetapi yang harus diperhatikan adalah, kapasitas dan kapabilitas (kemampuan) tiap orang dalam memahami Al-Qur’an dan Sunnah sangat berbeda-beda. Maka bisa dipastikan, kesimpulan pemahaman terhadap Al-Qur’an atau Sunnah yang dihasilkan oleh seorang ‘alim yang menguasai bahasa Arab dan segala ilmu yang menyangkut perangkat penafsiran atau ijtihad, akan jauh berbeda dengan kesimpulan pemahaman yang dihasilkan oleh orang awam yang mengandalkan buku-buku “terjemah” Al-Qur’an atau Sunnah.
Boleh kita menggunakan segala macam wasilah atau alat atau sarana dalam menuntut ilmu agama seperti buku, internet, audio, video dan lain-lain. Namun kita harus mempunyai guru untuk tempat kita bertanya karena syaitan tidak berdiam diri melihat orang memahami Al-Qur’an dan Hadits.
Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy berkata, “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan”. (Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203).
Syaikh Nashir Al-Asad berkata, “Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada Ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis Ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para Ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang 'alim. Para Ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dhaif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para Ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini”. (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10).
Semoga dengan bimbingan para Ulama yang shaleh, kita bisa menjadikan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Wallahu a'lam bish-shawab