Menuntut ilmu merupakan jenis ibadah. Namun ilmu merupakan jenis ibadah yang memiliki nilai dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan jenis ibadah lainnya. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah ﷺ,
فَضْلُ الْعِلْمِ خَ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ وَمِ كَالُ الدِّينِ الْوَرَعُ
Keutamaan ilmu lebih baik dari keutamaan ibadah. Dan kunci agama adalah bersikap wara’ (meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan memudharatkan di akhirat).” (Diriwayatkan oleh Al-Bazzar, Abu Nu’aim, Al-Hakim, dll, dari hadits Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Qais bin ’Amr al-Mula’i. Lihat Shahih Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi no. 27)
Hadits ini menjelaskan demikian mulianya ilmu dan penuntut ilmu. Ini disebabkan karena seorang yang berilmu kemudian mengajarkan ilmunya, mendakwahkannya, hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hidayah kepada orang lain dengan sebab dakwahnya, maka menjadi salah satu amal jariyah baginya.
Selama ada yang mengamalkan ilmunya tersebut, maka dia akan terus mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala walaupun dia telah meninggal. Berbeda dengan orang yang mengerjakan shalat sunnah dan semisalnya, tidak ada yang merasakan manfaatnya kecuali hanya dirinya sendiri.
Ishaq bin Manshur rahimahullah berkata, “Aku bertanya kepada Al-Imam Ahmad tentang perkataannya, Mudzakarah (mengulang-ulangi) ilmu pada sebagian malam lebih aku senangi daripada menghidupkannya (dengan qiyamul lail). Ilmu apakah yang dimaksud?” Beliau menjawab, “Yaitu ilmu yang memberi manfaat kepada manusia dalam perkara agamanya.” Aku bertanya lagi, “Dalam hal (cara) berwudhu’, shalat, puasa, haji, talak, dan semisalnya?” Beliau menjawab, “Iya.” (Shahih Jami’ al- Bayan, 30/45)
Diriwayatkan pula Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi, Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّ ةَالِ النَّافِلَةِ
Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah.” (Shahih Jami’ al-Bayan, 31/48)
Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata,
Aku tidak mengetahui ada satu ibadah yang lebih afdhal daripada seseorang yang mempelajari ilmu.” (Shahih Jami’ al-Bayan, 46/78)